MANADO, Soputannews - Jemaat GMIM Lahai Roy Malalayang melaksanakan upacara adat tulude Jumat (02/02).Kepala Sekolah SD GMIM Malalayang Yuke Alangkas SPd menjelaskan, ini adalah upacara adat tahunan yang diwariskan para leluhur masyarakat Nusa Utara (kepulauan Sangihe, Talaud dan Sitaro). Adapun jalannya upacara adat yakni, saat sebuah perahu kecil terbuat dari kayu (tatolang) ditolak/dilepaskan ke tengah laut yang disertai dengan kata-kata atau ucapan bahwa segala sesuatu yang buruk telah dilepaskan ke tengah laut dan telah meninggalkan kehidupan manusia, dengan kata lain yaitu sebagai penolak bala. "Masyarakat etnis Sangihe dan Talaud bukan hanya merayakan upacara ini di daerah mereka, akan tetapi sampai di daerah-daerah perantauan. Maksud dan tujuan pelaksanaan upacara ini yaitu sebagai media bersyukur pada Tuhan YME atas anugerah kehidupan di tahun yang lalu dan menerima kehidupan di tahun yang baru serta selalu disertai," terangnya.
Sementara itu sebanyak 18 siswa SD GMIM Malalayang ikut mengisi acara Tulude sebagai penari Ampa wayer yang adalah jenis tarian berkelompok yang diiringi dengan musik, dan dipimpin oleh seorangkapel, dalam bahasa Sangihe disebut pangataseng atau pangaha. "Ampa Wayer dikelompokkan sebagai kesenian rakyat bukan kesenian Istana. Kesenian ini berfungsi sebagai hiburan rakyat," terangnya. Sementara itu siswa perempuan mengisi acara dengan Tari Gunde dari Kabupaten Kepulauan Sangihe (Talaud dan Siau Tagulandang dan Biaro) Provinsi Sulawesi Utara.Gunde atau Unde berarti gerak yang halus, sehalus pekerti wanita. Ketua Komisi Pendidikan GMIM Lahai Roy Marwan kawainda mengatakan,
Tulude bukan sekadar acara tahunan di Nusa Utara; lebih dari itu, ia memiliki peran penting sebagai lambang kebersamaan dan ketaatan spiritual bagi masyarakat Sangihe dan Talaud. "Tradisi ini bukan hanya sebuah perayaan rutin, melainkan momentum berharga yang selalu dinantikan, mengingatkan masyarakat pada akar budaya dan warisan spiritual leluhur mereka," pungkasnya. (cie)